Sabtu, April 26, 2008

Hubungan antara Umur Ibu, Paritas, Jarak Kehamilan dan Riwayat Obstetri, dengan Terjadinya Plasenta Previa :

PENDAHULUAN
Plasenta previa didefinisikan sebagai suatu keadaan seluruh atau sebagian plasenta ber-insersi di ostium uteri internum, sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari jalan lahir.(1,2,3)
Prevalensi plasenta previa di negara maju berkisar antara 0,26 - 2,00 % dari seluruh jumlah kehamilan.(1,4,5) Sedangkan di Indonesia dilaporkan oleh beberapa peneliti berkisar antara 2,4 - 3,56 % dari seluruh kehamilan.(6,7) Angka kejadian plasenta previa relative tetap dalam tiga dekade sampai dengan pertengahan tahun 1980, yaitu rata-rata 0,36-0,37 %, tetapi pada dekade selanjutnya angka kejadian meningkat menjadi 0,48 %, mungkin disebabkan karena meningkatnya faktor risiko terjadinya plasenta previa seperti umur ibu hamil semakin tua, kelahiran secara bedah sesar, paritas yang tinggi serta meningkatnya jumlah abortus yang terjadi, terutama abortus provokatus. (1,4,8)
Penyebab terjadinya plasenta previa belum diketahui secara pasti, namun kerusakan dari endometrium pada persalinan sebelumnya dan gangguan vaskularisasi desidua dianggap sebagai mekanisme yang mungkin menjadi faktor penyebab terjadinya plasenta previa. . (1,9)
Dari beberapa penelitian diketahui bahwa telah dapat dibuktikan adanya faktor-faktor risiko terjadinya plasenta previa termasuk umur ibu, banyaknya jumlah kehamilan dan kelahiran, merokok selama hamil dan riwayat operasi sesar. Meskipun sudah ada beberapa penulis yang menghubungkan antara riwayat abortus spontan dan induksi abortus dengan kejadian plasenta previa tetapi hubungan itu masih menjadi kontroversi.
Suatu penelitian metaanalisis mengenai hubungan antara plasenta previa dengan riwayat seksio sesarea dan abortus di Amerika Serikat (1997) telah menunjukkan bahwa wanita dengan riwayat seksio sesarea minimal satu kali mempunyai risiko 2,6 kali untuk menjadi plasenta previa pada kehamilan berikutnya, dan risiko ini bertambah sesuai dengan bertambahnya banyaknya riwayat seksio sesarea.(4) Penelitian lain di Inggris (1986) juga menemukan hubungan yang sangat bermakna antara plasenta previa dan riwayat seksio sesarea,(10) demikian juga penelitian lain menemukan hubungan yang kuat. (5,11,12,13,14)
Dari penelitian terdahulu pernah dilaporkan hubungan antara riwayat abortus spontan dengan kejadian plasenta previa mereka menemukan odds ratio plasenta previa dihubungkan dengan riwayat abortus spontan satu kali menjadi 1,6 kali dan risiko terjadinya plasenta previa meningkat dengan jumlah riwayat abortus yang semakin banyak.(4,10,15, 16,)
Walaupun demikian, hubungan antara plasenta previa dan riwayat abortus masih kontroversial, seperti pada penelitian Heija AT(1999) tidak menemukan hubungan yang bermakna antara riwayat abortus dan terjadinya plasenta previa, (17) demikian juga Zhou W (2001) hanya menemukan hubungan yang lemah antara keduanya.(18)
Di Indonesia lebih khusus lagi di Perjan RS dr. Hasan Sadikin Bandung penanganan abortus spontan pada umumnya masih menggunakan sendok kuret atau kuretase tajam. Meskipun di negara-negara maju abortus spontan dengan umur kehamilan kurang atau sama dengan 12 minggu sering dilakukan dengan vakum kuretase.
Dari beberapa penelitian didapatkan bahwa pengaruh paritas terhadap terjadinya plasenta previa cukup besar, hal ini mungkin disebabkan terjadinya respon inflamasi dan perubahan atrofi di permukaan endomterium.(1) Penelitian yang mendukung pengaruh paritas terhadap terjadinya plasenta previa diantaranya Lira PJ (1995), Abu-Heija AT (1999), Eniola AO( 2002).(17,19,20) Namun penelitian yang lain didapatkan bahwa ternyata efek dari paritas kurang mempengaruhi terjadinya plasenta previa dibandingkan faktor risiko yang lain ( Clark SL, 1985).(21) Bahkan penelitian oleh Parazzini F di Milan (1994) menemukan tidak ada korelasi antara kehamilan berulang dengan terjadinya plasenta previa.(22)
Demikian pula halnya pengaruh jarak kehamilan dengan terjadinya plasenta previa masih menjadi kontroversi, seperti pada penelitian Wax Jr (2000) yang mendapatkan bahwa interval antara seksio sesarea dengan konsepsi berikutnya yang mempunyai korelasi dengan plasenta previa tapi bukan interval antara dua persalinan pervaginam.(23)

IDENTIFIKASI MASALAH
1. Apakah terdapat hubungan antara faktor risiko umur ibu, paritas, jarak kehamilan dan riwayat obstetri dengan kejadian plasenta previa.
2. Faktor risiko apa yang paling besar pengaruhnya terhadap kejadian plasenta previa.

MAKSUD DAN TUJUAN
Mencari hubungan antara faktor risiko umur ibu, paritas, jarak kehamilan dan riwayat obstetri dengan kejadian plasenta previa.
Menentukan faktor yang paling besar pengaruhnya terhadap kejadian plasenta previa.

BAHAN DAN CARA KERJA
Penelitian ini merupakan suatu case control research design (rancangan penelitian kasus kontrol), dengan pendekatan retrospektif terhadap ibu hamil penderita plasenta previa sebagai kasus dan bukan penderita plasenta previa sebagai kontrol yang datang berobat di Rumah Sakit dr. Hasan Sadikin Bandung Januari 1998 - Desember 2002, yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

Kriteria inklusi kelompok kasus:
a. Penderita plasenta previa
b. Umur kehamilan 28 minggu atau lebih
c. Kehamilan tunggal
d. Kehamilan yang kedua atau lebih

Kriteria inklusi kelompok kontrol:
Penderita yang bukan plasenta previa yang memenuhi kriteria inklusi kelompok
kasus.

Kriteria eklusi :
a. Umur kehamilan dibawah 28 minggu.
c. Kehamilan kembar
d. Primigravida.

Untuk kelompok kasus diambil seluruh penderita plasenta previa yang memenuhi kriteria inklusi dan eklusi, sedangkan kelompok kontrol diambil sampel secara acak dengan bantuan program komputer SPSS for Windows versi 10.


ANALISIS DATA
Data yang terkumpul dianalisis secara statistik dengan menghitung uji statistik chi kuadrat dan menghitung besarnya odds ratio dengan 95% CI. Untuk perhitungan multivariat digunakan analisis regresi logistik multipel dengan bantuan program komputer SPSS for Windows ver.10. Kemaknaan ditentukan berdasarkan nilai p < 0,05.

HASIL PENELITIAN
Telah dilakukan penelitian di Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran / Perjan RS dr.Hasan Sadikin Bandung, terhadap penderita plasenta previa dan bukan plasenta previa dengan beberapa variabel penelitian selama kurun waktu Januari 1998 - Desember 2002.
Selama kurun waktu tersebut terdapat 9453 kasus persalinan. Dari jumlah tersebut yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 4787 kasus persalinan. Kasus yang dikeluarkan dari penelitian sebanyak 4666 kasus persalinan, karena tidak memenuhi kriteria inklusi.
Diperoleh 253 kasus plasenta previa sebagai kelompok kasus yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dan sebagai kelompok kontrol diambil 253 kasus yang bukan plasenta previa, diambil secara acak dari 4534 kasus persalinan bukan plasenta previa yang memenuhi kriteria penelitian.

PEMBAHASAN
Pada penelitian ini digunakan rancangan kasus kontrol yang tidak luput dari kekurangan-kekurangan antara lain: tidak dapat diketahui efek variabel luar yang oleh karena keterbatasan teknis tidak ikut terkendali dengan matching, pengukuran variabel yang restrospektif mempunyai kelemahan terutama objektivitas dan reliabilitasnya sehingga untuk faktor-faktor risiko yang tidak dapat diperoleh dengan pasti informasinya baik dengan anamnesis maupun data sekunder amat riskan untuk diteliti dengan rancangan ini.
Pada tabel 1 menunjukkan karakteristik ibu, untuk usia kehamilan, ternyata terdapat perbedaan yang sangat bermakna antara kasus plasenta previa dan kontrol dengan p < 0,001. Pada kasus plasenta previa dengan usia kehamilan 28-32 minggu mempunyai OR 6,17 dengan CI 2,9-13,4. Hal tersebut disebabkan karena pada kasus plasenta previa sering dilakukan pengakhiran kehamilan karena komplikasi perdarahan yang terjadi. (1,2) Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sauer M (1985) mendapatkan 67 % persalinan pada plasenta previa merupakan persalinan prematur.(24)
Untuk letak anak dalam kehamilan, masih dari tabel 1, ternyata dari perhitungan statistik didapatkan perbedaan yang sangat bermakna dengan terjadinya plasenta previa. Dengan analisis multivariat didapatkan OR(95% CI) 1,79(1,45-2,21). Sehingga apabila terdapat kelainan letak pada kehamilan kita dapat mencurigai salah satu penyebabnya adalah plasenta previa. Hal-hal tersebut di atas sesuai dengan beberapa penelitian diantaranya Abu-Heija AT (1999), Rose GL (1986) yang mendapatkan hubungan yang bermakna antara umur, usia kehamilan dan letak anak dengan terjadinya plasenta previa.(10,17) Demikian pula Sheiner E (2001) mendapatkan presentasi patologi dengan OR 7,6 dengan 95% CI (5,7-10,1).(5)
Pada penelitian ini diamati pula outcome pada kasus dengan plasenta previa berupa berat badan bayi pada saat lahir dibandingkan dengan kontrol, yang dapat dilihat pada tabel 1 pula. Pada tabel tersebut pada kasus plasenta previa rata-rata berat badan bayi 2577 gram dengan SB 637, dibandingkan dengan kontrol rata-ratanya 2979 dengan SB 604. setelah dilakukan perhitungan statistik ternyata terdapat perbedaan yang bermakna berat badan bayi yang dilahirkan ( p< 0,001).
Pada tabel 2 dapat dilihat bahwa berdasarkan karakteristik umur ibu, ternyata didapatkan p = 0,078 yang berarti berdasarkan perhitungan statistik bermakna. Artinya semakin tua umur ibu, maka kemungkinan untuk mendapatkan plasenta previa semakin besar. Berdasarkan analisis multivariat (tabel 7) didapatkan odds ratio 1,28 dengan CI 1,05-1,56) dan pada ibu yang melahirkan dalam usia > 40 tahun terdapat risiko 2,6 kali untuk terjadinya plasenta previa, dan secara statistik didapatkan perbedaan yang bermakna. Hal tersebut sesuai dengan beberapa penelitian seperti, Eniola (2002) yang mendapatkan OR untuk usia > 35 tahun 1,4 dengan CI 1,2-6,6.(19)
Pada tabel 3 menunjukkan hubungan antara paritas dengan plasenta previa, setelah dilakukan uji statistik ternyata didapatkan OR untuk multipara 1,28 dengan interval kepercayaan 0,87-1,89 yang artinya bahwa kehamilan multipara mempunyai risiko 1,28 kali untuk terjadinya plasenta previa, demikian pula pada grandemultipara didapatkan OR(95% CI) 1,43 (0,77-2,67), dan secara perhitungan satistik terdapat hubungan yang bermakna. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Abu Heija (1999) dan Sheiner E (2001) yang menyatakan bahwa semakin tinggi paritas maka kemungkinan untuk mendapatkan plaseta previa semakin besar.(5,17)
Pada tabel 4, pengaruh jarak kehamilan dengan terjadinya plasenta previa, seperti pada jarak kehamilan < 24 bulan mempunyai OR(95% CI) 1,52 (0,82-2,83) dan semakin renggang jarak kehamilan maka semakin kecil kemungkinan untuk menjadi plasenta previa, dan secara statistik hubungan tersebut bermakna. Hal ini sesuai yang didapat oleh Wax Jr (2000) yang dalam penelitiannya menemukan hubungan jarak kehamilan dengan terjadinya plasenta previa. (23)
Pada tabel 5, dalam penelitian ini odds ratio riwayat abortus terhadap terjadinya plasenta previa adalah 0,93 dengan interval kepercayaan antara 0,6–1,45 yang artinya bahwa riwayat abortus tidak mempunyai risiko untuk terjadinya plasenta previa dan secara statistik tidak bermakna hubungan tersebut. Hal tersebut sesuai dengan suatu penelitian yang dilakukan oleh Abu-Heija AT (1999) yang mendapatkan hasil tidak ada hubungan yang bermakna antara riwayat abortus dengan terjadinya plasenta previa.
Namun berbeda dengan suatu penelitian metaanalisis yang dilakukan oleh Ananth CV, Smulian JC, dan Vintzileos pada tahun 1997, yang mendapatkan hubungan yang kuat antara riwayat abortus dengan terjadinya plasenta previa.(4) Hal ini mungkin disebabkan karena jumlah sampel yang sedikit dan adanya faktor risiko lain yang tidak diperhitungkan pada penelitian ini.
Faktor risiko riwayat operasi seksio sesarea sebelumnya seperti pada tabel 6, setelah dilakukan uji statistik ternyata didapatkan OR 0,85 dengan interval kepercayaan 0,42-1,71 yang artinya bahwa riwayat seksio sesarea tidak mempunyai risiko untuk terjadinya plasenta previa dan secara statistik tidak bermakna hubungan tersebut. Bertentangan dengan beberapa penelitian yang menemukan hubungan yang bermakna antara riwayat seksio sesarea dengan terjadinya plasenta previa, seperti Rose GL (1986) mendapatkan hasil yang bermakna dengan p < 0,05.(10) Bahkan Eniola AO (2002) dan Hendricks MS (1999) mendapatkan OR (95% CI) 2,2( 1,4-3,4) serta 4,7 (1,9-11,4). (16,19)

Analisis Multivariat
Untuk mengetahui hubungan berbagai faktor risiko dengan kejadian plasenta previa dilakukan analisis dengan menggunakan regresi logistik multipel seperti terlihat pada tabel 7. Hasil analisis dari semua faktor risiko yang diteliti, yang bermakna secara statistik adalah umur ibu ( p = 0,001 ), usia kehamilan ( p < 0,001 ), letak anak ( p < 0,001), berat badan lahir ( p < 0,001), paritas ( p=0,03 ) , dan jarak kehamilan ( p=0,007) Sedangkan untuk faktor risiko lain yang tidak bermakna adalah riwayat abortus ( p = 0,496 ), riwayat seksio sesarea ( p = 0,984 ).

KESIMPULAN
Terdapat hubungan yang bermakna antara umur ibu, paritas dan jarak kehamilan dengan kejadian plasenta previa, namun tidak terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat abortus dan operasi seksio sesarea dengan kejadian plasenta previa.
Faktor risiko yang paling besar pengaruhnya terhadap kejadian plasenta previa adalah umur ibu.

DAFTAR PUSTAKA
1. Cuningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JC, Wensterom KD. William Obstetric. 21st ed. New York : McGraw Hill. 2001 : 630-35.
2. Konje JC, Taylor DJ. Bleeding in late pregnancy. In : James DK, Steer PJ, Weiner CP, Gonik B. High risk pregnancy. 2nd ed. London : WB Saunders. 2001 : 111-26.
3. Miller AWF, Hanretty KP. Obstetrics Illustrated. 5th ed. New York : Churchill livingstone. 1997 :186 – 8.
4. Ananth CV, Smulian JC, Vintzileos AM. The Association of placenta previa with history of cesarean delivery and abortion : a metaanalysis. Am J Obstet Gynecol 1997 ; 177 : 1071-8.
5. Sheiner E, Shoham VI, Hallak M, Hershkowitz R, Katz M, Mazor M. Placenta previa : obstetric risk factor and pregnancy outcome. J Matern Fetal Med 2001; 10: 414-9.
6. Harijanto B. Pengaruh berbagai faktor terhadap kematian dan kesakitan ibu serta anak pada plasenta previa di RS dr. Hasan Sadikin Bandung 1975-1978. Skrpsi.1979.
7. Sumampouw H, Prabowo RP. Fetal salvage pada plasenta previa. Kumpulan makalah KOGI II Surabaya. 1973.
8. Wijayanegara H, Suardi A, Wirakusumah FF. Pedoman diagnosis dan terapi obstetri & ginekologi RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung. Bagian pertama. Bag. Obstetri & Ginekologi FKUP/ RSUP dr.Hasan Sadikin Bandung. 1998.
9. Mabie WC. Placenta previa. Clin Perinatol 1992 ; 19 : 425 – 35.
10. Rose Gl, Chapman MG. Aetiological factors in placenta praevia – a case controlled study. Br J Obstet Gynaecol 1986 ; 93 : 586 – 8.
11. Monica G, Lilja C. Placenta previa, maternal smoking and recurrence risk. Acta Obstet Gynecol Scand 1995 ; 74 : 341 – 5.
12. Kukla L, Hruba D, Tyrlik M. Pregnancy and fetal development in smoking and nonsmoking women. Ceska Gynekol 1999 ; 64 : 271-4.
13. Rasmussen S, Albrechtsen S, Dalaker K. Obstetric history and the risk of placenta previa. Acta Obstet Gynecol Scand 2000 ; 79 : 502-7.
14. Taylor VM, Kramer MD, Vaughan TL, Peacock S. Placenta previa and prior cesarean delivery : how strong is the association ?. Obstet Gynecol 1994 ; 84 : 55 – 7.
15. Halperin R, Vaknin Z, Langer R, Bukovsky I, Schneider D. Late midtrimester pregnancy termination in the presence of placenta previa. J Reprod Med 2000 ; 48 : 175 – 8.
16. Hendricks MS, Chow YH, Bhagavath B, Singh K. Previous cesarean section and abortion as risk factors for developing placenta previa. J Obstet Gynaecol Res 1999 ; 25 : 137 – 42.
17. Abu-Heija AT, El-jallad F, Ziadeh S. Placenta previa : effect of age, gravidity, parity, and previous caesarean section. Gynecol Obstet Invest 1999 ; 47 : 6-8.
18. Zhou W, Nielsen GL, Larsen H, Olsen J. Induced abortion and placenta complications in the subsequent pregnancy. Acta Obstet Gynecol Scand 2001 ; 80 : 1115 – 20.
19. Eniola AO, Bako AU, Selo-Ojeme DO. Risk factors palsenta previa in southern Nigeria. Est Afr Med J 2002 ; 79 : 535 – 8.
20. Lira JP, Ochoa FI, Zuniga MA. Placenta praevia/accreta and previous cesarean section. Experience of five years at the Mexico National Institute of Perinatology. Ginecol Obstet Mex 1995 ; 63 : 337 – 40.
21. Clark SL, Koonings PP, Phelan JP. Placenta previa/accreta and prior cesarean section. Obstet Gynecol 1985 ; 66 : 89 – 92.
22. Parazzini F, Dindelli M, Luchini L, et al. Risk factors for placenta praevia. Placenta 1994 ; 15 : 321 – 6.
23. Wax Jr, Seiler A, Horowitz S, Ingardia CJ. Interpregnancy interval as a risk factor for placenta accreta/praevia. Conn Med 2000 ; 64 : 659 – 61.
24. Sauer M, Parsons M, Sampson M. Placenta previa : an analysis of three years experience. Am J Perinatol 1985 ; 2 : 39 - 42

Endometriosis : penyebab nyeri haid & ketidaksuburan


Tubuh wanita memiliki rahim yang digunakan sebagai rumah bakal janin kelak. Dinding rahim bagian dalam dilapisi oleh suatu jaringan yang disebut endometrium atau selaput lender. Normalnya, selama menstruasi berlangsung, lapisan endometrium (selaput lender) ini akan meluruh dan keluar bersama dengan darah menstruasi.
Ada kalanya jaringan endometrium tumbuh di luar rahim yang dikenal dengan nama endometriosis. Jaringan ini dapat berpindah dan tumbuh di berbagai alat tubuh lain seperti indung telur, kandung kemih dan lainnya.
Menstruasi dan endometriosis.
Setiap bulan indung telur akan mengeluarkan hormon (estrogen dan progesterone) yang merangsang sel-sel endometrium untuk menebal dan bersiap-siap untuk menerima
hadirnya sel telur yang sudah dibuahi (janin, bila terjadi kehamilan). Jika ternyata tidak terjadi pembuahan, jaringan yang sudah siap tadi akan meluruh dan dikeluarkan bersama menstruasi.
Bila Anda mengalami endometriosis, jaringan endometrium yang tumbuh diluar rahim juga akan dipengaruhi oleh hormon yang sama sehingga akan menebal. Tetapi jaringan ini tidak mampu melepaskan diri dari jaringan sekitar tempat mereka melekat. Kadang timbul sedikit pendarahan dan sembuh dengan sendirinya. Hal ini terus berulang setiap bulan sehingga dapat menimbulkan luka parut dan akhirnya mengikat organ—organ yang ada di dalam panggul, sehingga terjadi perlengketan diantara alat tubuh di perut.
Bentuk, ukuran dan warna endometriosis juga cukup bervariasi. Ada yang berukuran kecil, bahkan ada yang bisa mencapai ukuran kira-kira sebesar jeruk bali.
Penyebab dan Gejalanya
Penyakit endometriosis dapat menyerang wanita segala usia, termasuk remaja. Penyebab secara pastinya hingga kini belum diketahui. Ada beberapa kemungkinan penyebabnya, antara lain :
¨1. Aliran balik darah menstruasi (seharusnya darah menstruasi mengalir ke vagina, tetapi pada penyakit endometriosis diduga aliran darah mengalir balik ke saluran indung telur dan memasuki rongga panggul).
¨2. Kondisi medis tertentu yang mungkin menganggu lancarnya aliran darah menstruasi.
¨ 3. Jenis infeksi tertentu dalam panggula yang mungkin merusak sel-sel yang melapisi rongga panggul yang bisa memicu timbulnya endometriosis
¨ 4. Keturunan

Endometriosis tidak boleh dianggap sepele, karena kesuburan Anda dapat terganggu. Konsultasi dengan dokter merupakan langkah bijak untuk mengenali dan mengatasinya.

Dokter akan mengevaluasi kondisi Anda dengan melakukan serangkaian pemeriksaan, antara lain pemeriksaan panggul (pelvic exam) untuk mengetahui dimana sumber rasa nyeri, kemungkinan adanya benjolan dan kemungkinan adanya radang pada leher rahim dan vagina. Pemeriksaan laboraturium, memeriksa darah dan urin mungkin juga akan dilakukan untuk mengetahui kemungkinan adanya gangguan kesehatan lainnya.






BERPUASA DI WAKTU HAMIL & MENYUSUI

Alhamdulillah bulan Ramadhan kembali datang. Bagaimana berpuasa untuk seorang ibu yang sedang mengandung buah hatinya ?
Seringkali akan muncul pertanyaan-pertanyaan Apakah kondisi berpuasa ini akan membahayakan bagi kehamilan serta bayinya ?
Allah SWT telah memberikan rukhsoh atau keringanan pada wanita hamil, dengan mengizinkan untuk tidak menjalaninya dan menggantinya di waktu lain atau membayar fidyah kepada mereka yang mengkhawatirkan kondisi kehamilannya.

Nutrisi yang dibutuhkan selama kehamilan
Kebutuhan nutrisi selama hamil berasal dari empat unsur makanan yaitu sumber karbohidrat dari beras, sereal, roti dan sebagainya. Lauk Pauk seperti daging, ikan, telur. Sumber protein seperti tempe, sumber vitamin dan mineral seperti sayur mayur dan buah-buahan dan susu sebagai penyempurna. Kebutuhan-kebutuhan lainnya selama kehamilan adalah zat besi, asam folat dan kalsium.

Dampak puasa pada wanita hamil dan bayinya
Pada beberapa penelitian dikatakan bahwa yang paling signifikan terjadi adalah penurunan kadar gula darah dan berkurangnya cairan tubuh. Saat ibu hamil tidak ada ketentuan mengenai usia kehamilan yang diperbolehkan untuk berpuasa, karena semuanya sangat bergantung pada kesehatan ibu hamil. Tapi pada usia kehamilan trimester pertama yang disertai dengan emesis gravidarum (muntah muntah pada kehamilan muda) tentu saja sebaiknya ibu tidak berpuasa dahulu. Jadi yang paling penting untuk menilai bahwa boleh atau tidaknya berpuasa dalam keadaan hamil ini tergantung dari kondisi kesehatan ibu. Beberapa keadaan ibu hamil yang tidak diperkenankan berpuasa seperti : pengidap diabetes, gangguan pencernaan, dan adanya gangguan pertumbuhan janin.

Hal-hal yang penting saat berpuasa

· Hindari konsumsi berlebihan minyak, gula, garam dan kopi
· Selalu sediakan buah-buahan segar
· Usahakan makan makanan yang rendah lemak, hindari goreng-gorengan yang berlebihan
· Makanlah secukupnya
· Tetaplah berolahraga ringan yang teratur, agar kebugaran tetap terjaga

Menyusui tapi tetap berpuasa

· Di saat makan sahur, konsumsi makanan bergizi seimbang dan perbanyak minum terutama air putih
· Menyusui setelah makan sahur selama mungkin
· Dikantor, usahakan memompa ASI dengan frekuensi seperti saat tidak berpuasa.Dan berikanlah ASI simpanan seperti biasa
· Saat berbuka puasa usahakan minuman hangat untuk merangsang kelancaran ASI
· Setelah berbuka, segera menyusui bayi
· Sebelum tidur, konsumsi makanan ringan dengan minuman hangat.